PENDAHULUAN
Mata Pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Matematika mengkaji benda abstrak (benda pikiran) yang disusun dalam suatu sistem aksiomatis dengan menggunakan simbol (lambang) dan penalaran deduktif (Sutawijaya, 1997 : 176). Matematika berkenaan dengan ide (gagasan-gagasan), aturan-aturan, hubungan-hubungan yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak, (Hudoyo, 1990:3). Sebagai guru matematika dalam menanamkan pemahaman seseorang belajar matematika utamanya bagaimana menanamkan pengetahuan konsep-konsep dan pengetahuan prosedural.
Salah satu untuk dapat memahami konsep-konsep dan prosedural, guru perlu mengetahui berbagai teori belajar matematika, unsur pokok dalam pembelajaran matematika adalah guru sebagai salah satu perancang proses, proses yang sengaja dirancang selanjutnya disebut proses pembelajaran, siswa sebagai pelaksanaan kegiatan belajar, dan matematika sekolah sebagai objek yang dipelajari dalam hal ini sebagai salah satu bidang studi dalam pelajaran.
Untuk mengawali penyampaian materi yang abstrak melalui konkret itu dapat berpedoman pada teori belajar Dienes. Pada teori belajar Dienes, ditekankan pembentukan konsep-konsep melalui permainan yang mengarah pada pembentukan konsep yang abstrak. Teori belajar Dienes ini sangat terkait dengan teori belajar yang dikemukakan oleh Piaget, yaitu mengenai teori perkembangan intelektual. Jean Piaget berpendapat proses berpikir manusia sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir intelektual konkret ke abstrak berurutan melalui empat periode. Urutan periode itu tetap bagi setiap orang, namun usia atau kronologis pada setiap orang yang memasuki setiap periode berpikir yang lebih tinggi berbeda-beda tergantung kepada masing-masing individu. Dengan demikian teori belajar Dienes sangatlah cocok diterapkan dalam pembelajaran matematika.
PEMBAHASAN
A. TINJAUAN SINGKAT TEORI BELAJAR DIENES
Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap siswa-siswa. Dasar teorinya bertumpu pada Piaget, dan pengembangannya diorientasikan kepada siswa-siswa, sedemikian rupa sehingga sistem yang dikembangkannya itu menarik bagi siswa yang mempelajarinya.
Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisahkan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan di antara sruktur-struktur. Seperti halnya dengan Bruner, Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini mengandung arti bahwa jika benda-benda atau objek-objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pelajaran matematika.
Yang dimaksud Dienes dengan konsep adalah stuktur matematika yang terdiri dari 3 macam konsep, yaitu konsep murni matematika (pare matematical concepts), konsep notasi (notation concepts), konsep murni matematika berkenaan dengan mengelompokan bilangan dan hubungan antara bilangan antara bilangan tanpa mempertimbangkan bagaimana bilangan itu disajikan, sedangkan konsep terapan adalah aplikasi konsep murni dan konsep notasi dalam pemecahan soal-soal matematika dan dalam bidang studi lain yang berhubungan.
Dienes juga percaya bahwa semua abstraksi yang berdasarkan pada situasi dan pengamatan konkret, prinsip penjelmaan bentuk (multiple embodiment principle) adalah suatu prinsip yang bila diterapkan oleh guru untuk setiap konsep yang diajarkan akan menyempurnakan penghayatan siswa terhadap konsep itu. Ada beberapa alasan mengapa untuk memahami suatu amanat perlu diberikan beranekaragam materi konkret sebagai model (representatif) konkret dari konsep itu.
1. Dengan melihat berbagai contoh siswa akan memperoleh penghayatan lebih benar. Misalnya ketika guru ingin mengajarkan konsep persegi, maka guru disarankan untuk menyajikan beberapa gambar persegi dengan ukuran sisi berlainan. Contoh lain ketika guru ingin mengajarkan siswa tentang konsep bilangan tiga kepada siswa, guru disaranakan menggunakan tiga mangga, tiga kelereng, tiga pensil, atau tiga benda konkrit lainnya. Contoh pada konsep lain misalnya ketika guru ingin mengajarkan siswa lebih memahami arti burung, dapat disajikan dengan berbagai macam burung. Siswa akan bertanya-tanya apakah kasuari itu burung? Apabila sehari-hari ia hanya mengenal burung perkutut yang ada di rumahnya, tentu pertanyaan tersebut akan muncul. Begitu pula ia akan lebih baik memahami konsep segitiga bila representatif segitiga itu ditunjukkan dengan gambar segitiga bidangyang mencakup beranekaragam jenis segitiga (segitiga lancip, tumpul, siku-siku, sama kaki, sama sisi, dan sembarang) tidak hanya satu macam saja.
2. Dengan banyaknya contoh ia akan lebih banyak menerapkan konsep itu kedalam situasi yang lain. Misalnya anak yang dalam belajar menentukkan luas suatu bidang akan dapat menerapkan konsep tersebut untuk mencari luas suatu lapangan.
Menurut Dienes, permainan matematika sangat penting sebab operasi matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara konkret dan lebih membimbing dan lebih menajamkan pengertian matematika pada anak didik. Dapat dikatakan bahwa objek-objek konkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan sangat penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan baik. Menurut Dienes (dalam Ruseffendi, 1992:125-127), konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu, Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi beberapa tahap yaitu:
1. Permainan Bebas (Free Play)
Dalam setiap belajar, tahap yang paling awal dari pengembangan konsep berawal dari permainan bebas. Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan yang memungkinkan peserta didik mengadakan eksperimen dan memanipulasi benda-benda konkret maupun abstrak dari unsur-unsur konsep yang dipelajari itu. Tahap ini merupakan tahap yang penting sebab pengalaman yang pertama bagi peserta didik dalam berhadapan dengan konsep baru melalui interaksi dengan lingkungan yang mengandung representatif konkret dari konsep itu. Anak didik diberi kebebasan untuk mengatur benda. Selama permainan pengetahuan anak muncul. Dalam tahap ini anak mulai membentuk struktur mental dan struktur sikap dalam mempersiapkan diri untuk memahami konsep yang sedang dipelajari.
Misalnya dengan diberi permainan block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-konsep abstrak tentang warna, tebal tipisnya benda yang merupakan ciri/sifat dari benda yang dimanipulasi.
2. Permainan yang Menggunakan Aturan (Games)
Tahap ini merupakan tahap belajar konsep setelah didalam periode tertentu permainan bebas terlaksana. Dalam permainan yang disertai aturan, siswa sudah mulai meneliti pola-pola keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Anak didik mulai memperhatikan aturan-aturan tertentu yang terdapat dalam konsep (peristiwa-peristiwa) yang ada kalanya aturan-aturan itu berlaku untuk suatu konsep, namun tidak berlaku untuk konsep lain. Setelah anak didik itu mendapatkan aturan-aturan yang ditentukkan dalam konsep itu, anak didik siap untuk memainkan permainan itu. Mereka juga mengubah aturan-aturan yang dibuat pengajar dan membuat permainan sendiri. Dengan bermain anak didik mulai menganalisis struktur matematika. Menurut Dienes, untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk yang tidak relevan dengan pengalaman itu.
Contoh dengan permainan block logic, anak diberi kegiatan untuk membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang berwarna merah, kemudian membentuk kelompok benda berbentuk segitiga, atau yang tebal, dan sebagainya. Dalam membentuk kelompok bangun yang tipis, atau yang merah, timbul pengalaman terhadap konsep tipis dan merah, serta timbul penolakan terhadap bangun yang tipis (tebal), atau tidak merah (biru, hijau, kuning).
3. Permainan Kesamaan Sifat (Searching for communalities)
Tahap ini berlangsung setelah memainkan permainan yang disertai aturan yang telah disebutkan tadi. Dalam melaksanakan permainan tahap kedua tadi (permainan yang menggunakan aturan), mungkin anak didik belum menemukan struktur yang menunjukkan sifat-sifat kesamaan yang terdapat didalam permainan-permainan yang dimainkan itu. Dalam mencari kesamaan sifat siswa mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih dalam mencari kesamaan sifat-sifat ini, guru perlumengarahkan mereka dengan menstraslasikan kesamaan struktur dari bentuk permainan lain. Translasi ini tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan semula.
Contoh kegiatan yang diberikan dengan permainan block logic, anak dihadapkan pada kelompok persegi dan persegi panjang yang tebal, anak diminta mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam kelompok tersebut (anggota kelompok).
4. Permainan Representasi (Representation)
Representasi adalah tahap pengambilan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para siswa menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasi-situasi yang dihadapinya itu. Representasi yang diperoleh ini bersifat abstrak, dengan demikian telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari.
Contoh kegiatan anak untuk menemukan banyaknya diagonal poligon (misal segi dua puluh tiga) dengan pendekatan induktif seperti berikut ini.
Segitiga Segiempat Segilima Segienam Segiduapuluhtiga
0 diagonal 2 diagonal 5 diagonal ... diagonal ... diagonal
5. Permainan dengan simbolisasi (Symboloization)
Simbolisasi termasuk tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal. Kalau perlu, pengajar dapat mengarahkan anak didiknya dalam memilih simbol yang cocok. Misalnya dari suatu permainan dapat dinyatakan (secara verbal) bahwa hasil kali dua bilangan negatif adalah bilangan positif.
Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya diagonal dengan pendekatan induktif tersebut, kegiatan berikutnya menentukan rumus banyaknya diagonal suatu poligon yang digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.
6. Formalisasi (Formalization)
Formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini siswa-siswa dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru konsep tersebut, sebagai contoh siswa yang telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan teorema dalam arti membuktikan teorema tersebut.
Contohnya, anak didik telah mengenal dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti membuktikan teorema tersebut.
Pada tahap formalisasi anak tidak hanya mampu merumuskan teorema serta membuktikannya secara deduktif, tetapi mereka sudah mempunyai pengetahuan tentang sistem yang berlaku dari pemahaman konsep-konsep yang terlibat satu sama lainnya. Misalnya bilangan bulat dengan operasi penjumlahan peserta sifat-sifat tertutup, komutatif, asosiatif, adanya elemen identitas, dan mempunyai elemen invers, membentuk sebuah sistem matematika. Dienes menyatakan bahwa proses pemahaman (abstraction) berlangsung selama belajar. Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan materi matematika secara kongkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan tepat.
Berhubungan dengan tahap belajar, suatu anak didik dihadapkan pada permainan yang terkontrol dengan berbagai sajian. Kegiatan ini menggunakan kesempatan untuk membantu anak didik menemukan cara-cara dan juga untuk mendiskusikan temuan-temuannya.
Dienes (dalam Resnick, 1981: 120) menyatakan bahwa proses pemahaman (abstraction) berlangsung selama belajar. Untuk pengajaran konsep matematika yang lebih sulit perlu dikembangkan materi matematika secara konkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan tepat. Dienes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam berbagai penyajian (multiple embodiment), sehingga anak-anak dapat bermain dengan bermacam-macam material yang dapat mengembangkan minat anak didik. Berbagai macam penyajian materi (multiple embodiment) dapat mempermudah proses pengklasifikasian abstraksi konsep.
Menurut Dienes, variasi sajian hendaknya tampak berbeda antara satu dan lainnya sesuai dengan prinsip variabilitas perseptual (perseptual variability), sehingga anak didik dapat melihat struktur dari bebagai pandangan yang berbeda-beda dan memperkaya imajinasinya terhadap setiap konsep matematika yang disajikan. Dengan demikian, semakin banyak bentuk-bentuk berlainan yang diberikan dalam konsep tertentu, semakin jelas bagi anak dalam memahami konsep tersebut.
Langkah selanjutnya, menurut Dienes, adalah memotivasi anak didik untuk mengabstraksikan pelajaran tanda material konkret dengan gambar yang sederhana, grafik, peta dan akhirnya memadukan simbol-simbol dengan konsep tersebut. Langkah-langkah ini merupakan suatu cara untuk memberi kesempatan kepada anak didik ikut berpartisipasi dalam proses penemuan dan formalisasi melalui percobaan matematika. Anak didik pada masa ini bermain dengan simbol dan aturan dengan bentuk-bentuk konkret dan mereka memanipulasi untuk mengatur serta mengelompokkan aturan-aturan. Masa ini anak didik menggunakan simbol-simbol sebagai objek manipulasi dan mengarah kepada struktur pemikiran-pemikiran matematika yang lebih tinggi. Anak harus mampu mengubah fase manipulasi konkret, agar pada suatu waktu simbol tetap terkait dengan pengalaman konkretnya.
B. APLIKASI TEORI BELAJAR ZOLTAN P. DIENES
1. Hukum Kekekalan Bilangan (6-7th)
“Banyak benda akan tetap meskipun letaknya berbeda-beda”.
- Hukum Kekekalan Materi (7-8th)
“banyak pasir/air tetap walau dipindahkan ke tempat/wadah yang lain”.
contoh: peristiwa bejana di isi pasir/air
- Hukum Kekekalan Panjang (8-9th)
contoh: dua tali yang sama panjang
- Kekekalan Luas (8-9th)
“luas daerah yang ditutupi suatu benda akan tetap sama meskipun letak bendanya diubah”
- Hukum Kekekalan Berat (9-10th)
“berat benda akan tetap meskipun bentuk, tempat dan alat timbangan benda tersebut berbeda-beda”
- Hukum Kekekalan Isi (14-15th)
“suatu bak yang berisi penuh air dimasukkan suatu benda, maka air yang ditumpakah sama dengan isi benda yang dimasukkannya.
C. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI ZOLTAN P. DIENES
- Kelebihan teori belajar Dienes
a. Dengan menggunakan benda-benda konkret, siswa dapat lebih memahami konsep dengan benar.
b. Susunan belajar akan lebih hidup, menyenangkan, dan tidak membosankan.
c. Dominasi guru berkurang dan siswa lebih aktif.
d. Konsep yang lebih dipahami dapat lebih mengakar karena siswa membuktikannya sendiri.
e. Dengan banyaknya contoh dengan melakukan permainan siswa dapat menerapkan kedalam situasi yang lain.
- Kelemahan teori belajar Dienes
a. Tidak semua materi dapat menggunakan teori belajar Dienes, karena teori ini lebih mengarah kepermainan.
b. Tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama.
c. Bila pengajar tidak memiliki kemampuan mengarahkan siswa maka siswa cenderung hanya bermain tanpa berusaha memahami konsep.
0 comments:
Posting Komentar