Kamis, 19 Agustus 2010

Dia Merdeka di 17 Agustus 2010

Menjadi diam dan sunyi kala pagi itu aku menikmati embun pagi di Pantai Baru Kuwaru, Bantul bersama empat teman perempuanku. Hamparan air laut yang begitu luas dengan suara deru ombak yang berbeda besar kecilnya dari arah yang berbeda. Aku kembali terdiam dan lemas dikala teman-temanku menanyakan telfon dari siapa yang aku terima itu?, sms dari siapa yang kau balas itu? Aku menjawabnya dengan nada yang terisak mendengar kabar yang tak aku inginkan.

Posisi pengunjung pantai yang kala itu tidak terlalu ramai menyudutkan rasa penyesalan yang tak mungkin aku ganti. Dia yang menjadikanku seperti anak perempuannya dia sendiri terbaring lurus dan tak berdaya.

Dia telah pergi meninggalkanku. Meninggalkan dunia untuk selama-lamanya. Dia meninggalkan kenangan jiwa kepemimpinan dan kasih sayangnya terhadap anaknya saat aku pulang belajar dan menyemangatiku untuk terus semangat belajar dan menerima kehidupan dengan apa adanya .

Anak perempuan satu-satunya yang menjadi sahabatku itu telah menikah sekitar satu bulan lebih. Di hari menjelang pernikahan anaknya itulah terakhir aku berjumpa dengannya. Terakhir aku bercerita dan terakhir pula aku mencium tangannya di setiap kali aku datang dan pergi.

Combro yang dia buat pada tiga tahun lalu saat aku berkunjung ke rumahnya dan bermain dengan anak perempuannya itu membuatku tak percaya begitu cepat dia meninggalkan kami di usianya yang ke 57 tahun. Kenangan yang begitu menyentuh hai terdalamku. Dia berikan aku kehangat seorang ayah yang lain untukku.

Dia menjadi pahlawan dalam kepemimpinannya menjadi kepala keluarga. Dia yang selalu sabar tak mengeluh jika lelah dan sakit merasakan betapa rasa sakit itu amat dia rasakan. Istrinya yang selalu setia dengan ikhlas merawat dan mencoba mengurangi rasa sakit dengan menggosokan air hangat dengan kain di bagian dada sebelah kiri itu tanpa lelah. Dengan mata sipit indahnya di waktu tengah malam dikala semua orang menikmati mimpi indah dia bertahan. Anak perempuannya itu pun demikian.

Rumah sederhana dengan dua anak lelaki yang kala itu masih bekerja di luar kota dan telah berkeluarga dan satu anak perempuan sahabatku itu yang ditinggal kerja suaminya bekerja di luar kota bersama kakaknya itu merasa bingung dan ketakutan. Anak perempuan yang penakut itu sampai memberanikan diri keluar rumah dan lari mencari bantuan. Akhirnya dia menemukan beberapa orang yang saat itu tirakatan di bulan puasa.

Tanggungannya seolah telah selesai dilaksanakan. Dia melaksanakn tugasnya tepat pada waktunya. Dia menghemnuskan nafas terakhirnya seolah merasa tenang denga anak perempuan terakhirnya yang kini telah mendapatkan kehipan baru. Meski anak perempuan itu akan merasa kehilangan disaat-saat bahagia menyelimuti tidurnya semoga dia akan selalu tabah dan dia akan tenang kembali padaNya.

Sungguh aku merasa kehilangan. Karangan bungan berisi doa yang kukirimkan dari kejauhan itu pasti akan sampai.
Semoga akan menambah ketenaganmu disana ayah...
Selamat jalan...

Aku hanya berharap semoga segala amal dan perbuatannya di dunia diterima di sisiNya. Tidur tenang dan kembali kepadaNya dengan kondisi beriman, dan keluarga yang ditinggalkannya selalu dalam kesabaran. Amin ya robbal 'alamin.

0 comments:

Posting Komentar

Recent Posts

Text