Masih sama dengan hari yang baru saja aku lewati, hari ini adalah hari selasa. Satu hari setelah seseorang menganggap hari yang membosankan dan penuh dengan aktivitas kerja. Satu hari yang sebagian besar orang beranggapan sebagai hari yang paling membutuhkan kerja ekstra. Tentunya masih memiliki keterkaitan makna jika ditambahkan dengan satu hari yang sebagian besar orang mengalami kepenatan yang mampu memeras keringat hingga mempu menghabiskan air dalam gelas sampai pada titik darah penghabisan.
Anggapan sebagian orang itu ternyata memberi arti tersendiri dalam kamus hidupku. Aku merasa bahagia, senang, penuh tawa, ceria, dan sebagian kosakata kata lain yang memiliki arti sejenis itu pun boleh saja ditambahkan. Mengikuti upacara bendera, ikut bernyanyi lagu kebangsaan, mengheningkan cipta, beberapa lagu nasional melihat dan mengikuti dengan langsung ketika sang gagah merah-putih itu dikibarkan. Ada rasa tersendiri sama seperti masa aku melewainya dulu dengan penuh hikmat. Seketika aku merinding mendengarnya. Berjejeran disamping guru-guru itu membuaku merasa nyaman. Ada gambaran sosok bunda disampingku. Sekilas saja. Aku melamun, lalu kembali mendengarkan amanat pembina upacara kepada anak didiknya yang masih bersemangat meskipun cuaca cerah dan mulai panas.
Menunggu jam pelajaran ketiga aku mempersiapkan media pembelajaran mungkin saja ada yang terlupakan. Sesampainya istirahat aku mencoba menengok keluar ruangan dari basecamp kecilku ini. Tiga anak datang menghampiriku, menjabat tanganku, dan menempelkannya di pipinya. Satu anak datang lagi, dua anak datang, satu anak datang, dan entah berapa lagi yang datang aku tak sempat menghitungnya dalam hati. Memperlakukanku dengan cara yang sama. Menjabat tanganku, menempelkannya di pipiku, menanyakan namaku, menanyakan akan mengajar di kelas mana, mata pelajaran apa kemudian melahirkan ekspresi yang bermacam-macam. Teriakan “Hore”, “Asyik”, “Beneran enggak bu? “namanya siapa sih bu?“ “yah kapan masuk ke kelasku bu?”. Aku mulai kesulitan menjawab dengan runtut.
Setibanya di ruangan itu aku sudah disambut bagai ratu. Mereka mengajakku masuk dengan ramah. Ibu guru sebagai wali kelas hanya tersenyum melihat kejadian ini. Ah alangkah lucunya anak-anak ini. Ketika pelajaran aku buka dengan aperepsi yang pernah dijumpai oleh anak-anak, ternyata ada beberapa siswa laki-laki yang mulai menerka arah mata pelajaran yang akan aku ajarkan. Pendidikan Kewarganegaraan. Ternyata pelajaran itu membuat mereka malas dan sudah bosan, kata beberapa siswa laki-laki itu. Aku mendengarnya kemudian aku menawarkannya untuk bermain.
Teriakan mereka semangat tiada hentinya. Aku terkagum sejenak melihat senyuman-senyuman mungil itu. Ternyata mereka akan lebih bersemangat ketika pembelajaran tidak kaku dan melibatkannya untuk aktif bergerak. Bergerak secara fisik, melibatkan otak dengan segala pengetahuan dan pemahamannya, melibatkan emosional dengan keberanian baik untuk maju ke depan kelas atau pun dalam mengerjakan Lembar Kerja Siswa dengan permainan aturan yang melibatkan emosinya dengan baik dan teratur. Semua soal mampu ditemukan dan dijabannya oleh siswa itu sendiri dengan guided discovery. Tercermin pula dengan kemampuannya mengerjakan soal evaluasi dengan batas waktu yang telah aku tentukan sebanyak sepuluh menit. Ternyata mengejutkan sekali, mereka mampu menyelesaikan separuh waktu yang telah ditentukan.
Hari yang menyenangkan dan penuh keceriaan. Meski sedang tidak terlalu sehat pengaruh perubahan cuaca yang mempu membuat suaraku hilang, tapi keceriaan mereka dalam belajar melukiskan kebahagiaanku juga. Sampai jam pelajaran selesai mereka masih sempat menemaniku di ruang perpustakaan itu. Sambil bermain alat peraga IPA, sambil bercerita juga. Menungguiku sampai pulang sambil berkata tentang harapannya “besok kesini lagi ya bu” dengan penjelasan yang tidak mengecewakan, “ibu pasti datang lagi di hari sabtu, dan akan lama lagi mulai bulan juli” sebagai tambahan jawaban kekecewaan dengan pertanyaan susulan dari jawaban awal.
Meski hari ini harus kuliah dengan rutinitas yang ada dan tugas yang menupuk dan membosankan aku masih tetap ingin tersenyum seperti senyum mungil anak-anakku. Seperti harapnya dan menjadi harapanku untuk selalu berpikir positif tentang segal hal. Seperti semangat anak-anakku ketika bermain dan penuh kebersamaan. Seperti ucapan semangatnya ketika aku mulai runtuh. Hingga sampai saat ini aku mampu bersyukur dan tersenyum. Berterima kasih untuk semua orang yang mengisi kehidupanku dengan cerah dan ramah. Berterima kasih kepada sang fajar yang menghangatkan, kepada siang yang menyinari, kepada malam melindungi. Karena hanya kepada-Mu lah aku berharap dan memohon perlindungan dan pertolongan yang tak mampu untuk aku tanggalkan. Semoga kita terjaga dari tidur dari detik ini hingga waktu pagi membangunkan, sebelum sang fajar datang.
Anggapan sebagian orang itu ternyata memberi arti tersendiri dalam kamus hidupku. Aku merasa bahagia, senang, penuh tawa, ceria, dan sebagian kosakata kata lain yang memiliki arti sejenis itu pun boleh saja ditambahkan. Mengikuti upacara bendera, ikut bernyanyi lagu kebangsaan, mengheningkan cipta, beberapa lagu nasional melihat dan mengikuti dengan langsung ketika sang gagah merah-putih itu dikibarkan. Ada rasa tersendiri sama seperti masa aku melewainya dulu dengan penuh hikmat. Seketika aku merinding mendengarnya. Berjejeran disamping guru-guru itu membuaku merasa nyaman. Ada gambaran sosok bunda disampingku. Sekilas saja. Aku melamun, lalu kembali mendengarkan amanat pembina upacara kepada anak didiknya yang masih bersemangat meskipun cuaca cerah dan mulai panas.
Menunggu jam pelajaran ketiga aku mempersiapkan media pembelajaran mungkin saja ada yang terlupakan. Sesampainya istirahat aku mencoba menengok keluar ruangan dari basecamp kecilku ini. Tiga anak datang menghampiriku, menjabat tanganku, dan menempelkannya di pipinya. Satu anak datang lagi, dua anak datang, satu anak datang, dan entah berapa lagi yang datang aku tak sempat menghitungnya dalam hati. Memperlakukanku dengan cara yang sama. Menjabat tanganku, menempelkannya di pipiku, menanyakan namaku, menanyakan akan mengajar di kelas mana, mata pelajaran apa kemudian melahirkan ekspresi yang bermacam-macam. Teriakan “Hore”, “Asyik”, “Beneran enggak bu? “namanya siapa sih bu?“ “yah kapan masuk ke kelasku bu?”. Aku mulai kesulitan menjawab dengan runtut.
Setibanya di ruangan itu aku sudah disambut bagai ratu. Mereka mengajakku masuk dengan ramah. Ibu guru sebagai wali kelas hanya tersenyum melihat kejadian ini. Ah alangkah lucunya anak-anak ini. Ketika pelajaran aku buka dengan aperepsi yang pernah dijumpai oleh anak-anak, ternyata ada beberapa siswa laki-laki yang mulai menerka arah mata pelajaran yang akan aku ajarkan. Pendidikan Kewarganegaraan. Ternyata pelajaran itu membuat mereka malas dan sudah bosan, kata beberapa siswa laki-laki itu. Aku mendengarnya kemudian aku menawarkannya untuk bermain.
Teriakan mereka semangat tiada hentinya. Aku terkagum sejenak melihat senyuman-senyuman mungil itu. Ternyata mereka akan lebih bersemangat ketika pembelajaran tidak kaku dan melibatkannya untuk aktif bergerak. Bergerak secara fisik, melibatkan otak dengan segala pengetahuan dan pemahamannya, melibatkan emosional dengan keberanian baik untuk maju ke depan kelas atau pun dalam mengerjakan Lembar Kerja Siswa dengan permainan aturan yang melibatkan emosinya dengan baik dan teratur. Semua soal mampu ditemukan dan dijabannya oleh siswa itu sendiri dengan guided discovery. Tercermin pula dengan kemampuannya mengerjakan soal evaluasi dengan batas waktu yang telah aku tentukan sebanyak sepuluh menit. Ternyata mengejutkan sekali, mereka mampu menyelesaikan separuh waktu yang telah ditentukan.
Hari yang menyenangkan dan penuh keceriaan. Meski sedang tidak terlalu sehat pengaruh perubahan cuaca yang mempu membuat suaraku hilang, tapi keceriaan mereka dalam belajar melukiskan kebahagiaanku juga. Sampai jam pelajaran selesai mereka masih sempat menemaniku di ruang perpustakaan itu. Sambil bermain alat peraga IPA, sambil bercerita juga. Menungguiku sampai pulang sambil berkata tentang harapannya “besok kesini lagi ya bu” dengan penjelasan yang tidak mengecewakan, “ibu pasti datang lagi di hari sabtu, dan akan lama lagi mulai bulan juli” sebagai tambahan jawaban kekecewaan dengan pertanyaan susulan dari jawaban awal.
Meski hari ini harus kuliah dengan rutinitas yang ada dan tugas yang menupuk dan membosankan aku masih tetap ingin tersenyum seperti senyum mungil anak-anakku. Seperti harapnya dan menjadi harapanku untuk selalu berpikir positif tentang segal hal. Seperti semangat anak-anakku ketika bermain dan penuh kebersamaan. Seperti ucapan semangatnya ketika aku mulai runtuh. Hingga sampai saat ini aku mampu bersyukur dan tersenyum. Berterima kasih untuk semua orang yang mengisi kehidupanku dengan cerah dan ramah. Berterima kasih kepada sang fajar yang menghangatkan, kepada siang yang menyinari, kepada malam melindungi. Karena hanya kepada-Mu lah aku berharap dan memohon perlindungan dan pertolongan yang tak mampu untuk aku tanggalkan. Semoga kita terjaga dari tidur dari detik ini hingga waktu pagi membangunkan, sebelum sang fajar datang.
0 comments:
Posting Komentar