Kamis, 29 Juli 2010

Aku Tak Tahu Harus Bagaimana Lagi

|0 comments
Entah bagaimana lagi dan kepada siapa lagi aku membagi certiku. Terkadang aku tak mampu lagi memendamnya sendiri dalam perasaan yang semakin tak menentu. Kejujuran yang tak ingin aku tutup-tutupi seolah menjadi sesuatu yang buruk baginya. Aku mrncoba membaginya secara bertahap dan berkala kelak dia akan lebih menambah rasa kepercayaannya untukku. semakin lama semakin terasa, apa yang aku inginkan dan apa yang aku harapakan dilontarkannya dengan sikapnya yang acuh terhadapku. Batinku menangis merasakan ini yang begitu tidak nampak tapi begitu terasa dalam dihatiku.


Tuhan ....
Harus bagaimanakah aku...


Di setiap langkah dan titahku, aku selalu mengaharapkan kasih sayang yang tulus darinya. Kasih sayang seorang ibu yang selalu kudamba dan sama besarnya kasih sayangku kepadanya aku berharap dia akn mengerti aku. Kejujurannku di setiap jalan yang aku lalui aku harap selalu mendapatkan dukungan darinya, begitu sama besarnya dengan semangatku untuk mencapai cita-citaku.


Ingin sekali rasanya aku mengatakan semuanya. Tapi apalah daya, dia mendengar tapi tak dia lakukan. Beberapa kali aku bersamanya tetapi masih saja dia tak mempercayaiku. Sungguh-sungguh aku ingin berkata "AKU MENYAYANGIMU DAN TAK SEDIKIT PUN AKU MENCOBA MENGHILANGKAN KEPERCAYAANMU ITU".


Aku telah beranjak dewasa..
didikanmu dan pesanmu selalu kuingat selalu tanpa sedikit enyah dibenakku.
Aku telah beranjak dewasa ...
menemukan sesuatu yang talah aku anggap benar dan menjadi prinsip hidupku.
Aku telah beranjak dewasa
maafkan kau jika masa-masa ahku bersamamu terasa berkurang tapi tak berniat dan mengurangi rasa sayang dan cintaku terhadapmu.
Aku telah dewasa...
menjadikan suatu kesalahan dimasa lalu dengan upaya yang lebih baik untuk menjadikan perjalanan hidupku yang lebih baik.
Aku telah beranjak dewasa...
hari-hari yang aku lalui dulu dan membuatku terluka dan sakit telah aku tutup dan kembali membuka semangat baruku menjadikannya lebih indah dengan kanvas baruku yang akan aku warnai dengan indah.


Aku mengharapkan hidupkbah yang inddah bersama sahabat-sahabatku bak kepmpong yang menjelma menjadi kupu-kupu yang indah dan memapu terbang bebas menelusuri tingginya awan dan mentari.

Jumat, 23 Juli 2010

Kirimanku yang Terselip

|0 comments
Kegalauan hatiku yang begitu tidak menentu saat ketika aku merasa jauh dengannya membuatku memutuskan untuk mencurahkan perasaan hatiku kepada sahabatku. Perasaan tidak menentu yang aku alami sejak dari malam itu membuat hatiku merasa lelah. Mataku tak mampu terpejam. Tanpa lelah mata ini terus bertahan sampai pada suatu malam yang semakin bertaburkan bintang, tapi ia merasa jemu memandangku dengan matanya yang semakin lelah dan mengantuk berkedip berulang kali padaku. Malam-malam yang semakin larut semakin mengantarkanku pada kelelahan yang memuncak. Mataku terpejam dalam lelahku.

Aku bercerita pada sahabatku yang aku percaya. Sekedar kembali menenangkan hati atas sedikit tanya hatiku yang kian membekas sampai pada saat ini aku pun bercerita. Tulisan demi tulisan atas perwakilan perasaan hati yang kurasakan aku lantunkan dalam suara dering indah itu. Slide demi slide aku layangkan semudah tanpa batas tembok tebal memisahkanku dengannya. Perasaanku dan pikiranku yang masih sedikit tak menentu memudahkan aku untuk menuliskan tulisan demi tulisan perwakilan perasaanku. Sampai pada sesuatu yang menjadi inti rasa ingin tahuku dan ketidakpercayaan tentang perasaan itu aku dengan lembut tetap melantunkan tulisan itu slide demi slide tanpa lelah.

Lanjutan yang akan kembali aku lantunkan terasa terhambat. Aku mencoba kembali melihat kenapa laporan perwakilan atas perasaan itu tak tersampaikan. Aku merasa khawatir ketika sedang asyiknya aku menikmati rasa-rasa seperti ini. Aku menyimpan keasyikkanku dalam benak sejenak dan menyimpan perwakilan kata demi kata yang telah aku rangkai yang akan kulanjutkan nanti.

Merasa sedikit lega dengan rangkain demi rangkaian jiwa yang merasa kembali menjadi diriku yang tak ingin tersakiti aku temukan satu senyum dengan lesung pipit yang mengangkat lebar. Rasa malu tapi aku bersyukur. Dia membalasnya dengan senyuman manis dan meledekku dengan lucu.

Senin, 19 Juli 2010

Biarkan Mengalir Seperti Air

|0 comments
Mentari pagi yang mengahangtkanku dari tetesan embun dengan menciutnya mataku oleh sinarnya yang menawan mengajakku beranjak dari kehangatan malam dengan bulan yang menyelimutiku dari mempi-mimpiku bersama bintang-bintang. Dikembalikannya aku menuju titik puncak panas ketika matahari tepat berada di atasku aku berkaca memandang dan mencermati keberadaanku di depan sebuah benda yang mampu menampakkan sosok seseorang yang setiap orang menjumpaiku akan menyapa dan memanggilku dengan senyuman. Ketikan senyuman itu datang bergiliran aku mulai bertanya apa yang mereka lakukan dan untuk apa mereka demikian? Terlintas banyak tanya apa yang sebenarnya mereka tampakkan dihadapanku dengan tampang-tampang yang halus, dan menawan. Apakah hanya topeng-topeng yang menutupi setiap mata, pipi, hidung, dan bibir mereka agar tampak menawan.


Lelah aku menemukan jawaban sedangkan pertanyaanku semakin menumpuk dengan harapan-harapan setiap tanyaku akan selalu terjawab di setiap kali aku mememukan sosok seorang menjadi diriku yang ke dua. Sesekali kutemukan jawaban yang entah itu benar atau salah aku berusaha untuk itu.


Tuhan menciptakan makhluk di dunia ini dengan sejuta keindahan. Rasa syukurku selalu kuucapkan kepadamu. Tiada lelah aku mencoba melindungi dan manjaga apa yang kau beri. Yang kelak kemudian akan kujadikan bingakisan tuhan untuk seseorang yang selalu menyejukkan hatiku. Yang tiada henti dia berikan perhatian kecilnya untukku. Yang setiap saat mengingatkankku akan kewajibanku. Yang setiap saat beriku motivasi saat aku mulai melemah. Dan yang sesekali memberikan rasa jengkelku bak sesuatu yang membuatku bersin dengan debu-debu yang masuk ke dalam hidungku.


Bagimanapun orang-orang itu menampakkan senyum manis dihadapanku atau pun senyum-senyum sinis aku tak peduli. Yang aku berharap semoga mereka akan berpikiran sama denganku dengan memberikan senyuman indah dengan ketulusan hati yang jauh dari topeng-topeng sekedar penghias muka. Sesaatnya aku menjumpai siapa saja aku pun berharap mereka berpikiran sama denganku. Sampai pada saat yang tidak aku ketahui saat aku menemui seseorang yang tidak pernah aku ketahui ingin selalu memberikan suatu perhatian kecil, mengingatkan akan kewajibanku, memotivasiku saat aku mulai lemah dan sesekali menjengkelkanku bak sesuatu yang membuatku bersin dengan debu-debu yang masuk ke dalam hidungku aku pun berharap dia berpikiran sama dengaku. Ketika aku tidak pernah menyangaka akankah sampai hadir seseorang yang tersenyum dengan penuh ketulusan hati yang menyejukkanku aku pun berharapa dia berpikiran sama denganku. Dengan kata hati yang disadari merasuk sukma kalbuku yang dalam hatiku ada satu yang begiitu merdu denyuman itu.


Aku membiarakannya seperti air yang mengalir. Biarpun air selalu mengalir dari hulu ke hilir, dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah tapi aku berharap aku akan menjadi pengemudi air itu atau akan aku ingin menjadi air itu agar aku mampu mencapai muara yang akan aku tuju. Dengan aliran air yang tidak seperti air tenjun aku menginginkan aliran air itu aliran yang teratur, terdengar dengan indah, dan menentu yang kelak aliran itu selalu mengalir apa adanya sampai pada muara yang akan dituju. Aliran yang senada seperti nada-nada pengantar tidurku dengan tenang dan nyaman mengantarkankku saat malam mulai sunyi yang akan tetap menemani menuju muara yang jelas samapai aku terbangun dia tetap berada mengiringi. Aliran yang selalu mengiringi sampai ketika ada muara lain yang sesaat itu indah akan tetap memberiakan gemericik suara yang indah dan menengkan jiwa. Aliran yang akan menyapaku dalam pesona dan dalam tatapanmu dengan ucapan selamat datang cinta.

Jumat, 16 Juli 2010

Kesenangananku, Keegoisanku

|0 comments
Sesuatu hal yang kusukai ternyata membuat orang lain tidak suka. Bagaimana pun bentuk, ukuran, dan macamnya meski membuatku senang ternyata itu membuat orang lain tidak senang. Bodohnya aku ataukah bodohnya orang lain yang sering menjadikanku teman untuk bercerita?. Supelnya aku ataukah kurang supelkah orang lain yang begitu tidak mempunyai teman sehingga dengan mudah bercanda denganku?. Polos atau lugu kah aku yang begitu melow dengan beberapa julukan si melankolis dan sejenisnya?. Betapa baik atau mudah dibohongi kah aku atau orang lain yang memang pantas untuk aku bagi dengan sepotong kenikmatan untuk merasakan "ini bisa teratasi" ?. Ataukah betapa aku egoisnya mementingkan keinginanku tanpa memperhatikan orang lain atau betapa sungguh orang lain keterlaluan padaku hingga aku merasa "ya hatiku menangis".


Merenungi hal yang hanya aku lihat dari sudut pandangku mungkin memang aku,,aku yang benar, dan aku akan selalu benar.
Dimana pun dan kapan pun aku melangkah, ku kira selalu aku pikirkan. Tapi tetap saja yang ku kira dan yang telah aku pikirkan itu ternya bisa saja membuat orang lain itu merasa tidak senang dan mungkin mengecewakan atau bahkan memang benar-benar menjengkelkan orang lain.


Aku yang lebih senang bersama-sama dengan teman yang lain dengan waktu yang lama untuk menunggu temanku, ternyata dapat membuat orang lain merasa tidak mampu dan memilih meninggalkanku.
Mungkin suatu kekesalan yang amat sangat.


Kebiasaan orang lain yang aku tahu setiap harinya ternyata belum tentu disetujui seseorang itu walaupun waktu menunggu yang hampir seharian itu begitu tidak akan membuat seseorang itu merasa bosan.


Kesedianku memilih untuk bersama teman-temanku dengan waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan satu temanku itu yang aku pikir dari pada untuk apa aku mengisi waktu kosong liburan dengan sepi ternyata kadang membuat orang lain itu lebih utama.


Mungkin membutuhkan proses yang panjang bagaimana untuk kita berpikir dan mengambil tindakan. Walaupun setiap hari setiap saat kita bersama, mengenal baik buruknya ternyata satu tahun saja belum cukup apa lagi hanya sebulan dua bulan. Dan apa yang anggap itu baik ternyata belum tentu lebih baik untuk orang lain.

Ya Alloh, tunjukan aku dalam setiap aku melangkah dan berikanlah setiap saat petunjuk-Mu agar aku tidak tersesat. Terangilah jalanku jika lampu-lampu itu mulai redup. Luruskanlah aku jika aku tak mampu lagi melihat arah jalan yang lurus. Tutupilah mata dan pendengaranku dari sesuatu yang tidak seharusnya aku lihat dan aku dengar. Lindungilah semua orang yang aku sayang mudahkanlah setiap perjalannya seperti halnya yang Kau berikan kepada orang-orang shaleh sebelum kami dan begitu juga bagiku. Amin..

Recent Posts

Text