Bahagiaku bertambah dimulai sejak dua bulan yang lalu. Setelah menikah semuanya terasa lebih indah. Walaupun pernikahan ini masih berumur jagung, tiada hentinya rasa syukur terucap dalam hati. Subahanallah, tenyata hidup ini begitu banyak sekali nikmat. Allah menciptakan makhluknya untuk hidup berpasang-pasangan. Ternyata kalimat ini baru saja terasa. Rasanya bagaikan memeluk dunia beserta perhiasaannya yang hadir dari segala jenis perhiasan terindah yang ada di dunia.
Mendampingi suami adalah kewajiban seorang istri. Dimanapun suami berada sebaiknya istri mendampimginya. Selama bisa diusakan untuk bersama-sama maka usahakan untuk besama. Karena itulah tujuan menikah. Menikah utuk hidup bersama. Sampai suatu ketika perasaanku mulai berat untuk meninggalkan Ibu. Seseorang yang selalu kuusahakan untuk tidak menangis dan tidak kesepian dengan kepergianku. Beberapa teman diusia yang sama ternyata Ibu mereka pun menagis ketika mengantarkan seorang anak perempuannya mendampingi suaminya. Beberapa teman dengan tempat kerja yang jauh pun demikian. Mereka setiap hari berangkat kerja dari pagi hingga malam dan kembali ke rumah untuk bersama dengan suaminya.
Menikah adalah memulai hidup yang sebenarnya. Banyak orang mengatakan demikian. Mereka bilang setelah menikah kita akan menjalankan kehidupan yang sebenar-benarnya. Memenuhi kebutuhan hidup sendiri, menginginkan sesuatu juga diusahakan sendiri, bahkan ingin jajan pun diusahakan sendiri heheh. Setelah menikah segera aku menyusul suami untuk tinggal di Jakarta. Dengan rasa senang dan haru, Bapak mengantarkanku ke stasiun diiringi doa Ibu dan pelukan hangat serta usapan tanganku kepada saudara laki-laki yang memberiku semangat.
Selama kurang lebih empat tahun belajar hidup mandiri di Yogyakarta, saat itu aku pun berpikir bahwa keputusan kita untuk bisa tinggal bersama akan menjadi cerita perjalan kami dan kelak saat rintangan hadir disela-sela kebahagiaan ini pasti bisa dipecahkan dan terselesaikan dengan baik. Meninggalkan kampung halaman memang bukan hal yang baru. Sebelum sampai pada saat ini, perasaan seperti ini aku kira tidak menjadi masalah. Ternyata rasa haru meningglkan rumah, teman, murid sekolah, rekan guru dan kegiatan mengajar di rumah itu rasanya lebih mengharukan dibandingkan dengan waktu dulu selama pergi menuntut ilmu di kota pendidikan itu. Ditambah lagi meninggalkan orang tua dengan umurku yang tidak belia lagi. Ingin menangis tapi satu hal yang ingin kutunjukkan adalah menjadi dewasa. Pilihanku mudah-mudahkan menjadi yang terbaik. Jakarta bukan tempat hijrah yang terlampu jauh. Masih bisa ditempuh dalam satu hari pikirku sampai saat ini.
Menikah adalah memulai hidup yang sebenarnya. Banyak orang mengatakan demikian. Mereka bilang setelah menikah kita akan menjalankan kehidupan yang sebenar-benarnya. Memenuhi kebutuhan hidup sendiri, menginginkan sesuatu juga diusahakan sendiri, bahkan ingin jajan pun diusahakan sendiri heheh. Setelah menikah segera aku menyusul suami untuk tinggal di Jakarta. Dengan rasa senang dan haru, Bapak mengantarkanku ke stasiun diiringi doa Ibu dan pelukan hangat serta usapan tanganku kepada saudara laki-laki yang memberiku semangat.
Selama kurang lebih empat tahun belajar hidup mandiri di Yogyakarta, saat itu aku pun berpikir bahwa keputusan kita untuk bisa tinggal bersama akan menjadi cerita perjalan kami dan kelak saat rintangan hadir disela-sela kebahagiaan ini pasti bisa dipecahkan dan terselesaikan dengan baik. Meninggalkan kampung halaman memang bukan hal yang baru. Sebelum sampai pada saat ini, perasaan seperti ini aku kira tidak menjadi masalah. Ternyata rasa haru meningglkan rumah, teman, murid sekolah, rekan guru dan kegiatan mengajar di rumah itu rasanya lebih mengharukan dibandingkan dengan waktu dulu selama pergi menuntut ilmu di kota pendidikan itu. Ditambah lagi meninggalkan orang tua dengan umurku yang tidak belia lagi. Ingin menangis tapi satu hal yang ingin kutunjukkan adalah menjadi dewasa. Pilihanku mudah-mudahkan menjadi yang terbaik. Jakarta bukan tempat hijrah yang terlampu jauh. Masih bisa ditempuh dalam satu hari pikirku sampai saat ini.
Dengan Bismillah dan segala penghormatanku kepada suami serta tanpa mengurangi rasa hormat dan cintaku kepada orangtuaku, aku memberanikan diri melangkahkan kakiku berjalan menuju kota metropolitan yang konon begitu kejamnya.
Menjalani hari demi hari dengan hiruk pikuknya kota Jakata adalah sesuatu yang tidak mudah. Rasa rinduku dengan kampung halaman yang ramah tamah, halaman rumah yang hijau, udara yang segar dan matahari yang membelai dengan hangat serta tertawa bercengkerama dengan saudara di rumah sambil melihat anak kecil bermain kejar-kejaran seolah hanya seperti mimpi. Aku merasa kalah hidup di kota kecil ini. Rasanya ingin kuucapkan sambil berjabat tangan serta memeluk sahabatku yang telah berani menginjakkan kaki di negeri orang sana. Dia adalah sahabat terhebat dan aku bukanlah apa-apa yang masih mengeluh tinggal di negeri sendiri
Dengan cuaca dan keadaan yang panas dan tidak bersahabat aku mencoba bertahan disini. Satu minggu tinggal disini badanku pun ikut saja tidak bersahabat. Badan panas dan keringat dingin menemani hari-hari. Batuk pilek, panas naik kemudian turun lagi. Berkali-kali, berhari-hari. Rasanya tidak tahan melihat suami merasa sedih. Obat dan vitamin sudah habis berkali-kali. Semangat dan kenyakinanku pun masih belum mampu mengalahkan cuaca ini. Cuaca panas yang sering membuatku sakit kepala saat ini semakin menjadi-jadi, apalagi cuaca panas kota ini. Dasyatnya. Kota ini memang sejuta makna. Bersabarlah, sampai pada saatnya nanti akan kutaklukan Jakarta untukmu.
Menjalani hari demi hari dengan hiruk pikuknya kota Jakata adalah sesuatu yang tidak mudah. Rasa rinduku dengan kampung halaman yang ramah tamah, halaman rumah yang hijau, udara yang segar dan matahari yang membelai dengan hangat serta tertawa bercengkerama dengan saudara di rumah sambil melihat anak kecil bermain kejar-kejaran seolah hanya seperti mimpi. Aku merasa kalah hidup di kota kecil ini. Rasanya ingin kuucapkan sambil berjabat tangan serta memeluk sahabatku yang telah berani menginjakkan kaki di negeri orang sana. Dia adalah sahabat terhebat dan aku bukanlah apa-apa yang masih mengeluh tinggal di negeri sendiri
Dengan cuaca dan keadaan yang panas dan tidak bersahabat aku mencoba bertahan disini. Satu minggu tinggal disini badanku pun ikut saja tidak bersahabat. Badan panas dan keringat dingin menemani hari-hari. Batuk pilek, panas naik kemudian turun lagi. Berkali-kali, berhari-hari. Rasanya tidak tahan melihat suami merasa sedih. Obat dan vitamin sudah habis berkali-kali. Semangat dan kenyakinanku pun masih belum mampu mengalahkan cuaca ini. Cuaca panas yang sering membuatku sakit kepala saat ini semakin menjadi-jadi, apalagi cuaca panas kota ini. Dasyatnya. Kota ini memang sejuta makna. Bersabarlah, sampai pada saatnya nanti akan kutaklukan Jakarta untukmu.